Biografi Buya Haji Ahmad Rasyid Sutan Mansur (Ketua 1956 - 1959 Muhammadiyah)
Ahmad Rasyid memperoleh pendidikan dan penanaman nilai-nilai dasar keagamaan dari kedua orang tuanya. Selain itu, untuk pendidikan umum, ia belajar di Inlandshe School (IS) tahun 1902-1909. Di sini ia belajar berhitung, geografi, ilmu ukur, dan sebagainya. Setamat dari sekolah ini, ia ditawari untuk studinya di Kweekschool (Sekolah Guru, yang juga biasa disebut Sekolah Raja) di Bukit tinggi dengan beasiswa dan jaminan pangkat guru setelah lulus sekolah tersebut. Namun, tawaran tersebut ditolak karena ia lebih tertarik untuk mempelajari agama, disamping saat itu ia sudah dirasuki semangat anti-penjajah Belanda.
Selanjutnya, atas saran gurunya, Tuan Ismail (Dr. Abu Hanifah) ia belajar kepada Haji Rasul (Dr. Abdul Karim Amrullah, ayahnya Buya HAMKA), seorang tokoh pembaharu Islam di Minangkabau. Dibawah bimbingan Haji Rasul (1910-1917) ia belajar ilmu Tauhid, bahasa Arab, Ilmu Kalam, Mantiq, Tarikh, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti syariat, tasawuf, Al-Qur’an, tafsir, dan hadis dengan mustolah-nya. Pada tahun 1917 ia diambil menantu oleh gurunya, Dr. Karim Amrullah, dan dikawinkan dengan putri sulungnya, Fatimah, kakak Buya HAMKA serta diberi gelar Sutan Mansur. Setahun kemudian ia dikirim gurunya ke Kuala Simpang, Aceh untuk mengajar. Setelah dua tahun di Kuala Simpang (1918-1919), ia kembali ke Maninjau.
Terjadinya pemberontakan melawan Inggris di Mesir menghambat keinginannya untuk melanjutkan studi di universitas tertua di dunia, Universitas Al-Azhar Kairo, karena ia tidak diizinkan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk berangkat. Akhirnya, ia berangkat ke Pekalongan untuk berdagang dan menjadi guru agama bagi para perantau dari Sumatera dan kaum muslim lainnya.
Kegelisahan pikirannya yang selalu menginginkan perubahan dan pembaharuan ajaran Islam menemukan pilihan aktivitasnya, ketika ia berinteraksi dengan K.H. Ahmad Dahlan yang sering datang ke Pekalongan untuk bertabligh. Dari interaksi itu, akhirnya ia tertarik untuk bergabung dalam Persyarikatan Muhammadiyah (1922), dan mendirikan Perkumpulan Nurul Islam bersama para pedagang dari Sungai Batang, Maninjau yang telah masuk Muhammadiyah di Pekalongan.
Ketertarikan tersebut disebabkan karena ide yang dikembangkan Muhammadiyah sama dengan ide gerakan pembaharuan yang dikembangkan di Sumatera Barat, yaitu agar ummat Islam kembali pada ajaran Tauhid yang asli dari Rasulullah dengan membersihkan agama dari karat-karat adat dan tradisi yang terbukti telah membuat ummat Islam terbelakang dan tertinggal dari ummat-ummat lain. Selain itu, ia menemukan Islam dalam Muhammadiyah tidak hanya sebagai ilmu semata dengan mengetahui dan menguasai seluk beluk hukum Islam secara detail sebagaimana yang terjadi di Minangkabau, tetapi ada upaya nyata untuk mengamalkan dan membuatnya membumi. Ia begitu terkesan ketika anggota-anggota Muhammadiyah menyembelih qurban usai menunaikan shalat Iedul Adha dan membagi-bagikannya pada fakir miskin.
Ketika terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan orang-orang komunis di ranah Minang pada akhir 1925, Sutan Mansur diutus Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk memimpin dan menata Muhammadiyah yang mulai tumbuh dan bergeliat di bumi Minangkabau. Kepemimpinan dan cara berdakwah yang dilakukannya tidak frontal dan akomodatif terhadap para pemangku adat dan tokoh setempat, sehingga Muhammadiyah pun dapat diterima dengan baik dan mengalami perkembangan pesat.
Pada tahun 1927 bersama Fakhruddin, Sutan Mansur melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh. Melalui kebijaksanaan dan kepiawaiannya dengan cara mendekati raja-raja yang berpengaruh di daerah setempat atau bahkan dengan menjadi montir, Muhammadiyah dapat didirikan di Kotaraja, Sigli, dan Lhokseumawe. Pada tahun 1929, ia pun berhasil mendirikan Cabang-cabang Muhammadiyah di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Mendawai, dan Amuntai. Dengan demikian, antara tahun 1926-1929 tersebut, Muhammadiyah mulai dikenal luas di luar pulau Jawa.
Ketika Bung Karno diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1938, Sutan Mansur menjadi penasehat agama bagi Bung Karno. Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat oleh pemerintah Jepang menjadi salah seorang anggota Tsuo Sangi Kai dan Tsuo Sangi In (semacam DPR dan DPRD) mewakili Sumatera Barat. Setelah itu, sejak tahun 1947 sampai 1949 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, ia diangkat menjadi Imam atau Guru Agama Islam buat Tentara Nasional Indonesia Komandemen Sumatera, berkedudukan di Bukittinggi, dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler.
Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1950, ia diminta menjadi Penasehat TNI Angkatan Darat dan harus berkantor di Markas Besar Angkatan Darat. Namun, permintaan itu ia tolak karena ia harus berkeliling ke semua daerah di Sumatera untuk bertabligh sebagai pemuka Muhammadiyah. Pada tahun 1952, Presiden Soekarno memintanya lagi menjadi penasehat Presiden dengan syarat harus memboyong keluarganya dari Bukittinggi ke Jakarta. Permintaan itu lagi-lagi ditolaknya. Ia hanya bersedia menjadi penasehat tidak resmi sehingga tidak harus berhijrah ke Jakarta.
Dalam konggres Masyumi tahun 1952, ia diangkat menjadi Wakil Ketua Syura Masyumi Pusat. Setelah pemilihan umum 1955, ia terpilih sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Konstituante dari Masyumi, sejak Konstituante berdiri sampai dibubarkan oleh presiden Soekarno. Tahun 1958 ketika pecah pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Padang, ia berada di tengah-tengah mereka karena didasari oleh ketidaksukaannya pada PKI dan kediktatoran Bung Karno, meskipun peran yang dimainkannya dalam pergolakan itu diakuinya sendiri tidak terlalu besar.
AR Sutan Mansur terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam dua kali periode kongres. Kongres Muhammadiyah ke-32 di Banyumas, Purwokerto tahun 1953 mengukuhkannya sebagai Ketua PB Muhammadiyah periode 1953-1956. Karena itu, ia harus pindah ke Yogyakarta. Pada Kongres Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang ia terpilih lagi menjadi Ketua PB Muhammadiyah periode 1956-1959.
Pada masa kepemimpinannya, upaya pemulihan ruh Muhammadiyah di kalangan warga dan pimpinan Muhammadiyah digiatkan. Untuk itu, ia memasyarakatkan dua hal, pertama, merebut khasyyah (takut pada kemurkaan Allah), merebut waktu, memenuhi janji, menanam ruh tauhid, dan mewujudkan akhlak tauhid; kedua, mengusahakan buq’ah mubarokah(tempat yang diberkati) di tempat masing-masing, mengupayakan shalat jamaah pada awal setiap waktu, mendidik anak-anak beribadah dan mengaji al-Qur’an, mengaji al-Qur’an untuk mengharap rahmat, melatih puasa sunnah hari Senin dan Kamis, juga pada tanggal 13, 14 dan 15 tiap bulan Islam seperti yang dipesankan oleh Nabi Muhammad, dan tetap menghidupkan taqwa. Selain itu, juga diupayakan kontak-kontak yang lebih luas antar pemimpin dan anggota di semua tingkatan dan konferensi kerja diantara Majelis dengan Cabang atau Ranting banyak diselenggarakan.
Saat beliau memimpin, Muhammadiyah berhasil merumuskan Khittah Muhammadiyah tahun 1956-1959 atau yang populer sebagai Khittah Palembang, yaitu:
(1) Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab.
(2) Melaksanakan uswatun hasanah.
(3) Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi.
(4) Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak.
(5) Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader.
(6) Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan.
(7) Menuntun penghidupan anggota.
Buya Hamka menyebutnya sebagai seorang ideolog Muhammadiyah. Dan, M. Yunus Anis dalam salah satu Kongres Muhammadiyah mengatakan, bahwa di Muhammadiyah ada dua bintang. Bintang timur adalah K.H. Mas Mansur dari Surabaya, Ketua PP Muhammadiyah 1937-1943 dan bintang barat adalah Buya AR. Sutan Mansur dari Minangkabau, Ketua PP Muhammadiyah 1953-1959.
Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/
Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.